Relativitas Bahasa Sebagai Evidensi Relasi Bahasa dan Budaya
Perbendaharaan tema tentang bahasa dan budaya seolah tidak pernah habis karena keduanya memiliki hubungan timbal balik (interelationship).
Kajian budaya pada dasarnya dikerjakan oleh antropologi. Namun bahasa sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya menjadikannya bersifat fleksibel untuk dikaitkan dalam studi antropologi. Budaya dalam arti luas mencakup kebiasaan, adat, hukum, nilai, lembaga sosial, sistem kepercayaan, teknologi, dan bahasa.
Bahasa dari sudut pandang antropologi dipandang sebagai ciri penting bagi identitas kelompok masyarakat. Dalam hal ini, sosiolinguistik melihat bagaimana bahasa yang berfungsi sebagai ciri pembeda tersebut berperan dalam kehidupan masyarakat (Sumarsono&Partana.2002). Dari pernyataan ini, keterlibatan kajian sosiolinguistik dan antropologi dalam telaah bahasa dan budaya mutlak diperlukan.
Trudgill (1977) menambahkan bahwa terdapat hubungan korelatif antara bahasa dan masyarakat. Oleh karena itu, bahasa sebagai fenomena sosial mempengaruhi dan dipengaruhi oleh struktur dan nilai dari suatu sistem sosial. Salah satu gambaran nyata adalah pola penamaan kampung di wilayah sekitar keraton Yogyakarta yang menjadi cermin pengaruh sistem sosial budaya terhadap bahasa, misalnya nama kampung Pujakusuman yang diambil karena kampung tersebut berada di sekitar kediaman GBPH Pujokusumo (putra ke-27 HB VIII dari BRAy Pujoningdiah), kampung Ngrambutan yang digunakan karena kampung tersebut merupakan tempat tinggal abdi dalem yang berprofesi sebagai penata rambut keraton (Gupta (Ed). 2007).
Fenomena sosial budaya yang melibatkan bahasa diatas menjadi salah satu wujud peran bahasa yang berfungsi sebagai identitas. Dalam hal ini, Pateda (1987) memberikan penegasan bahwa bahasa dapat dijadikan tolak ukur untuk memahami individu, meskipun tetap dibutuhkan konteks-konteks lain.
Dalam cakupan yang lebih jauh, Whorf (1988) menyatakan bahwa sistem kebahasaan sebuah bahasa tidak semata-mata persoalan membunyikan ide atau pesan, akan tetapi juga mempengaruhi dan membentuk ide dalam mental seorang penutur. Dari pernyataan ini dapat dicatat bahwa formulasi ide atau pesan bukanlah suatu proses yang terpisah melainkan terpadu dalam struktur sebuah bahasa. Maka dapat disimpulkan bahwa antara pola berpikir dan sistem kebahasaan seseorang terdapat jalinan timbal balik atau saling mempengaruhi.
Whorf membandingkan struktur bahasa Hopi (bahasa Indian Amerika) dengan Bahasa Eropa Standar dan menemukan bahwa perbedaan struktur kedua berpengaruh dan dipengaruhi oleh pola pikir atau cara pandang mereka (Wardhaugh. 1988). Temuan tersebut semakin memperkuat hipotesa yang dirumuskannya bersama Sapir yang kemudian dikenal dengan hipotesa Sapir-Whorf atau teori relativitas bahasa. Teori ini tidak hanya meyakini tetapi juga menguraikan hubungan erat antara bahasa dan budaya.
Dikutip dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar