Persinggungan Agama dan Lingkungan
Al-Qur’an sebagai the way of life ratusan juta kaum muslim diberbagai belahan dunia memberikan petunjuk dalam berbagai persoalan hidup manusia. Kitab suci ini meletakkan dasar-dasar prinsipil, sedangkan Nabi Muhammad SAW bertugas memberikan keterangan lebih lengkap. Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa keistimewaan al-Qur’an tidak hanya berupa fleksibilitas yang membuat isi kitab suci ini dapat berlaku bagi umat manusia seluruhnya, akan tetapi juga kemampuannya memecahkan problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan baik rohani, jasmani, sosial, politik, humaniora, maupun politik. Oleh karena itu, sebagai sebuah sistem yang lengkap, al-Qur’an melalui agama Islam sebenarnya sejak awal telah memprediksi sekaligus menyediakan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi manusia termasuk persoalan lingkungan yang telah memasuki masa klimaks ini.
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan dalam menghadapi persoalan lingkungan sebagaimana terefleksi dalam beberapa ritual dasar seperti bersuci atau dalam Islam disebut taharah. Akan tetapi perbedaan pemahaman umat Islam khususnya tentang bersuci membuat hikmah yang terkandung didalamnya kurang tereksplorasi dengan maksimal. Oleh karena itu diperlukan kajian khusus tentang relevansi konsep bersuci terhadap penyelesaian persoalan lingkungan.
Berdasarkan pengantar singkat diatas, manusia seharusnya tidak memisahkan agama dalam upaya menumbuhkan sosial awareness atau kepedulian sosial terkait dengan persoalan lingkungan hidup. Karena manusia dan lingkungan memiliki keterkaitan yang sangat erat, maka Islam yang juga mempunyai komitmen kuat dalam mengarahkan manusia kearah yang lebih baik menawarkan langkah-langkah alternatif dalam mengatasi krisis lingkungan. Kajian lebih mendalam tentang ini akan dibahas pada bab selanjutnya.
Mengapa Islam turut membahas persoalan lingkungan? Jawaban yang paling sederhana namun mendasar adalah bahwa lingkungan dan manusia mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Lingkungan diciptakan untuk kepentingan manusia dan manusia hadir untuk membantu lingkungan tetap lestari. Al-Qur’an secara eksplisit menyatakan dalam surat al-Jaatsiyah ayat 13 bahwa ”Dan Allah telah menjadikan sumberdaya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian itu hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai”. Simbiosis mutualisme tersebut sesunggguhnya berpotensi besar dalam upaya membangun peradaban dunia yang harmonis dan humanis. Akan tetapi agaknya idealisme ini perlu diaktualisasikan kembali, karena beberapa kurun waktu terakhir, dunia global menghadapi berbagai macam polemik lingkungan.
Meminjam pengertian ”melestarikan keseimbangan dan keserasian lingkungan hidup” oleh Otto Soemarwoto yaitu membuat lingkungan tetap tak berubah, tugas manusia tentu saja tidak mudah. Akan tetapi mengemban tugas menjaga keseimbangan lingkungan ini adalah dalam upaya memadukan kehidupan manusia dan lingkungan agar serasi dan saling memberi manfaat. Salim menegaskan bahwa sebuah ekosistem tercipta dari jaringan timbal balik antara manusia, segala benda, zat organisasi, dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu manusia sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem lingkungan hidup seyogyanya ikut bertanggungjawab atas kelestarian alam yang juga menjadi sumber hidup manusia itu sendiri.
Untuk menyelesaikan polemik lingkungan hidup yang sedang dihadapi dunia global pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, perlu dicari akar persoalan yang jelas agar pola-pola penyelesaian yang akan ditempuh tepat dan efektif. Asumsi paling mendasar tentang penyebab timbulnya krisis lingkungan adalah ledakan populasi.
Ledakan populasi yang melanda Indonesia pasca Orde Baru ikut andil dalam memperburuk kualitas lingkungan hidup kita. Salim memperkuat asumsi tersebut dengan mengemukakan analisisnya tentang penyebab hancurnya keseimbangan lingkungan hidup yaitu perkembangan teknologi dan ledakan penduduk. Pertumbuhan populasi yang tidak terkendali dan pola pengorganisasiannya yang kurang berkualitas memunculkan persoalan pemenuhan tiga kebutuhan primer yaitu; sandang, pangan, dan papan. Dengan kata lain, ledakan populasi tidak hanya memunculkan masalah pertambahan penduduk yang tidak terkendali akan tetapi juga menyulut permasalahan-permasalahan lain yang terkait dengan kependudukan.
Masalah pemukiman merupakan salah satu produk ledakan populasi di Indonesia. Mari kita ambil masalah pemukiman dibantaran sungai Ciliwung sebagai salah satu contoh konkret. Masalah sosial yang kini melebar menjadi permasalahan lingkungan tersebut hingga kini belum ditemukan solusi yang efektif. Hal tersebut diklaim merupakan dampak dari ketidaksinambungan program yang diterapkan pemerintah dan kesadaran masyarakat yang minim tentang sisi negatif mendirikan bangunan dibantaran sungai. Meski akibat dari kerusakan ekosistem dibantaran sungai berupa banjir telah berkali-kali mengganggu tidak hanya kelancaran beraktivitas akan tetapi mengancam keselamatan jiwa, namun kesadaran untuk melakukan perubahan belum juga tampak. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rahmat Witoelar dalam laporannya mengungkapkan bahwa terjadi kenaikan hampir tiga kali lipat jumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berstatus kritis dari tahun 1984 yang hanya berjumlah 22 sedangkan pada tahun 2005 mencapai 62 daerah.7 Selain itu, terdapat laporan bahwa setiap harinya, sungai Ciliwung menampung 1.400 M3 sampah padat. Hal ini berarti, terdapat 200 hingga 400 truk yang membuang sampah padat kesungai tersebut. Tentu saja aktivitas ini berpengaruh pada penyediaan air minum dan air bersih kepada masyarakat. Jadi dapat disimpulkan ledakan populasi tidak sekedar menyulut persoalan sosial akan tetapi juga kesehatan.
Jika masyarakat perkotaan menghadapi masalah pemukiman, maka masyarakat pedalaman menghadapi masalah ilegal logging atau penebangan hutan liar yang seringkali mengakibatkan banjir atau tanah longsor. Sebagaimana yang terjadi pada masyarakat perkotaan, kurangnya kesadaran kolektif serta lemahnya kontrol pemerintah menjadi penyebab utama kerusakan-kerusakan lingkungan yang terjadi. Padahal Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki keanekaragaman hayati dan hewani cukup tinggi yaitu sekitar 1-5 juta spesies hidup di Indonesia. Prestasi alam ini seharusnya menjadi kebanggaan dan wujud dari kebanggaan tersebut adalah upaya-upaya konkret pelestarian kekayaan alam atau lingkungan yang tidak dimiliki negara lain.
Jika menilik berbagai penyebab dan dampak kerusakan lingkungan diatas, maka wajar bahkan menjadi suatu keharusan bagi bangsa Indonesia untuk menggalakkan berbagai upaya konservasi lingkungan. Sedikitnya ada dua motivasi yang melatarbelakangi konservasi lingkungan yang seringkali digagas pemerintah Indonesia adalah karena bangsa ini telah menghadapi masalah lingkungan yang cukup serius dan keharusan untuk mewariskan sumber alam yang sinambung kepada generasi selanjutnya. Apabila memperhatikan dua motivasi dasar diatas, tanggungjawab moral yang dibebankan kepada masyarakat Indonesia sangat berat. Sebagaimana Islam memposisikan manusia sebagai makhluk paling bermartabat, maka dengan dibekali akal pikiran, manusia dipercaya menjaga kesinambungan semesta alam deserta isinya serta secara spesifik mengemban tanggung jawab moral seperti disebutkan diatas.
Selaras dengan penjelasan diatas dan sebagaimana dijelaskan pada paragraf kedua bahwa agama membantu manusia mengemban tanggung jawab menjaga kesinambungan alam raya. Meski agama secara fundamental diasosiasikan sebagai sebuah sistem kepercayaan, akan tetapi tidak semata terlepas dari hal-hal yang bersifat praktis. Hampir setiap agama sedikit banyak memberikan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari kepada penganutnya. Alam, meski selalu dikaitkan kepada hal-hal yang bersifat ilmiah tentu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Jadi pada dasarnya, agama dan alam adalah sesuatu yang sinergis dan satu.
Agama mengajarkan penganutnya berbuat kebaikan termasuk kepada alam. Dalam upaya konservasi lingkungan yang sedang digalakkan menyusul berbagai bencana alam akibat perilaku destruktif manusia, agaknya sangat relevan mengikutsertakan agama. Oleh karena itu tidak lengkap apabila kita mengkaji persoalan praktis berkaitan dengan konservasi lingkungan tanpa melihatnya dari prespektif agama khususnya agam Islam yang diyakini memuat ajaran paling lengkap dan sempurna tentang tuntunan hidup manusia.
Paparan singkat berupa fenomena kerusakan ekologi, eksploitasi alam, dan dampak negatifnya menggambarkan betapa pentingnya kajian ekologi yang diramu dengan kajian keislaman, meski tema ini telah sering dibahas oleh beberapa pakar, akan tetapi signifikansinya bagi perkembangan kehidupan umat manusia sangatlah tinggi. Oleh karena itu mengapa tidak memunculkan kembali wacana lama dengan harapan pembahasan yang semakin mendalam akan memunculkan titik terang dalam mengambil langkah peventif dalam proses konservasi alam.
0 komentar:
Posting Komentar