Bahasa dalam Otak
Ulasan amat Singkat dari buku Psycholinguistics: Language, Mind, and World Karya Danny D. Steinberg, dkk
Menurut para ahli, struktur internal (deep structure) bahasa manusia serupa satu sama lain, meskipun struktur externalnya (surface structure) berbeda-beda. Hal ini menggambarkan bahwa sebenarnya manusia telah dibekali kemampuan alami untuk berbahasa. Proses kebahasaan manusia melibatkan kerja otak. Berangkat dari asumsi tersebut, investigasi mengenai struktur dan fungsi otak memiliki signifikansi yang cukup tinggi khususnya untuk melihat keterkaitannya dengan proses berbahasa. Urgensi bahasan mengenai ini menyangkut pula pada identifikasi kerusakan otak yang berakibat pada gangguan wicara.
Perlu keterkaitan beragam disiplin ilmu, seperti biologi, neurologi, psikologi, dan linguistik, untuk membahas persoalan otak dan bahasa. Maka ulasan berikut hanya menyajikan beberapa informasi saja.
Struktur, Fungsi, Dominansi Otak
Sistem syaraf inti manusia terdiri dari otak dan saraf tulang belakang (spinal cord). Otak terdiri dari batang otak (brain stem) yang tersusun atas medulla oblongata, pons varolii, cerebellum (fungsi fisik; bernafas, detak jantung, koordinasi gerakan, gerakan reflek, pencernaan, lonjakan emosi) dan cerebral cortex (fungsi intelektual dan bahasa). Keempat bagian utama otak ini membentuk kesatuan jaringan dengan connective tissue sebagai penghubungnya.
Secara umum, struktur otak meliputi dua bagian vertikal yang disebut hemisfir kiri dan kanan. Corpus callosum menjadi penghubung antara kedua hemisfir yang ditutupi pula oleh lapisan sel yang bergalur, disebut cortex. Tiap bagian otak terbagi menjadi 4 lobe, yaitu frontal (motorik), temporal (pendengaran), parietal (sensing), dan occipital (penglihatan).
Bobot otak manusia dewasa diperkirakan berkisar antara 1 hingga 1,5 kg. Namun demikian, ia membutuhkan 15% asupan darah dari seluruh peredaran darah dari jantung.
Cara kerja otak bagian kanan dan kiri menggunakan prinsip berlawanan arah. Dengan kata lain, otak bagian kanan mengontrol gerakan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Berbeda dengan sistem penglihatan, tiap bola mata (mata kanan dan kiri) mengirimkan informasi kepada kedua bagian otak. Sehingga jika terjadi kerusakan pada mata kanan, misalnya, ia masih dapat melihat sesuatu secara sempurna karena kedua bagian otak sama-sama dilibatkan ketika menerima rangsangan indra penglihatan. Sistem pendengaran bekerja serupa dengan penglihatan. Syaraf di kedua belah telinga mengirimkan rangsangan ke kedua bagian otak.
Beberapa penelitian neuropsikologi dan neurologi terdahulu menunjukkan bahwa salah satu bagian otak manusia mendominasi bagian yang lain. Dalam hal ini, otak kiri diyakini lebih dominan dibandingkan yang kanan. Kecenderungan manusia untuk menggunakan kaki dan tangan kanan adalah salah satu bukti dominansi otak kiri terhadap kanan. Namun, kini diketahui bahwa kedua bagian tersebut memiliki fungsi sesuai porsi masing-masing.
Sehubungan dengan dominansi salah satu bagian otak, kasus left-handed atau kidal dinilai cukup menarik untuk diamati. 9% dari populasi dunia adalah left-handed , namun hanya 30% diantaranya yang memiliki dominansi otak kanan. Laki-laki berpeluang lebih besar untuk menjadi kidal karena pengaruh hormon seksual yang tumbuh seiring perkembangan janin. Amar Klar, seorang peneliti pada US National Cancer Institute’s Frederick Cancer Research, mempercayai kidal terbawa oleh pengaruh genetik. Biasanya musisi, artis, dan penulis adalah seseorang yang kidal.
Ambidexterity adalah kemampuan ganda pada gerakan tangan. Tangan kanan maupun kiri berfungsi sama. Beberapa tokoh ternama seperti Benjamin Franklin, Leonardo da Vinci, dan Michelangelo adalah seorang yang ambidekstrus.
Otak pun memiliki kecenderungan memproses bunyi. Bagi right-handers tulen, bunyi-bunyi bahasa diproses dalam otak kiri, sedangkan musik, bunyi, dan suara hewan diproses dalam otak bagian kanan.
Lateralisasi Otak Kanan dan Kiri
Lateralisasi adalah keterpisahan fungsi bagian-bagian otak, artinya tiap-tiap bagian otak memiliki fungsi yang spesifik disamping fungsi-fungsi yang umum.
Penelitian membuktikan bahwa otak kiri memiliki spesialisasi untuk bahasa, logika, analisa, dan matematika. Bahasa terpusat di area Broca, otak bagian depan, area Wernick, hingga ke belakang, dan angular gyrus. Sedangkan otak kanan memiliki spesialisasi dalam mengenali emosi, wajah atau rupa, dan sesuatu yang tidak membutuhkan analisa. Otak kanan juga berhubungan dengan musik dan bunyi-bunyi non linguistik.
Otak kiri perempuan lebih tebal, sedangkan otak kanan laki-laki lebih tebal. Hal ini menyebabkan timbulnya perbedaan lateralisasi fungsi bagian-bagian otak. Perempuan memiliki kemampuan lebih dalam berbahasa dan laki-laki pada ruang visual.
Setiap bagian-bagian otak mempunyai fungsi tersendiri untuk memproses input dan output. Dalam proses penerimaan bahasa, kedua bagian otak ini menerima input yang sama. Setiap bagian-bagian otak ini mengkalkulasi sebuah informasi pada tingkatan yang berbeda. Jadi, setiap bagian dari otak memiliki peran tersendiri dari setiap proses input dan memproduksi output tersendiri (Chiarello & Beeman, 1998)
Menurut penelitian, otak kanan berfungsi untuk memproses item leksikal dan hubungan semantik diantara mereka, sementara otak kiri berfungsi menggabungkan informasi sintaksis, semantik dan pragmatik kedalam konsep kalimat (Faust, 1998), dengan kata lain kemampuan otak kiri lebih banyak mengolah data secara sintaksis, semantis, dan pragmatis dibandingkan dengan otak kanan lebih banyak mengolah data pada proses kata-kata.
Otak kanan utamanya juga bekerja untuk memahami wacana. Penelitian membuktikan bahwa kerusakan pada otak kanan menyebabkan gangguan pada pemahaman teks naratif, interpretasi, proses penyimpulan, integrasi informasi, dan pembentukan konsep baru. Dapat ditambahkan bahwa otak kanan bekerja untuk memahami ujaran yang metaforik (Brownell, 1988).
Terkait dengan pemerolehan bahasa kedua, beberapa penemuan membuktikan adanya keterlibatan kuat otak kanan, namun demikian penemuan lain juga memperkuat adanya proses pemerolehan bahasa yang sama antara bahasa pertama dan kedua. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pemerolehan bahasa adalah umur pembelajar.
Telah menjadi pengetahuan umum bahwa jika tidak dapat berkomunikasi secara lisan, manusia dapat menggunakan bahasa isyarat. Bagian otak kanan lebih banyak terlibat karena bagian ini dapat menangani masalah yang berkaitan dengan pola-pola visual. Akan tetapi, beberapa penelitian yang ada nampaknya belum memperkuat hipotesa tersebut.
Sehubungan dengan wilayah bahasa dalam otak, Pierre Paul Broca adalah seorang ahli patologi dari Perancis yang menemukan area tertentu dalam cortex yang terlibat dalam proses memproduksi ujaran. Ia mencatat bahwa terdapat motor cortex yang mengontrol pergerakan urat organ artikulatoris, yaitu lidah, bibir, rahang, langit-langit mulut, pita suara, dsb.
Carl Wernick, neorolog dari Jerman, menemukan suatu area di temporal lobe yang berfungsi menerima rangsangan auditoris, sehingga keterlibatannya diyakini memiliki hubungan terhadap proses pemahaman bunyi bahasa. Menurutnya, ketika sebuah kata atau ujaran diucapkan, bunyi kata tersebut masuk dari telinga menuju area auditori kemudian menuju area Wernick. Ketika sebuah kata dibaca, informasi bergerak dari mata menuju occipital lobe (area cortex yang berurusan dengan visual), lalu ke angular gyrus, lalu ke area Wernick, akhirnya menuju ke area Broca.
Aphasia
Aphasia atau dysphasia adalah gangguan wicara yang disebabkan oleh kerusakan bagian tertentu dalam otak. 85% kasus afasia disebabkan oleh stroke. Sebab lain diantaranya tumor otak, dan kerusakan traumatik. Situs The National Aphasia Association menyebutkan bahwa hanya sekitar 25-40 % penderita stroke bisa melewati keadaan afasia.
Aphasia diklasifikasikan sebagai berikut:
Afasia Broca : kerusakan terjadi di area Broca. Afasia ini biasa disebut Non-fluent Aphasia (tidak fasih). Gejalanya terlihat dari penurunan pada kemampuan ekspresif dan motorik. Penderitanya mengalami kesulitan dalam memproduksi ujaran, seperti artikulasi dan penanda fitur suprasegmental. Kalimat yang dibuat cenderung telegramik dengan mengabaikan konstruksi gramatik. Namun demikian, kemampuan memahami ujaran tetap. Misalnya, seorang penderita afasia Broca mengujarkan frase ‘walk dog’ yang sebenarnya berupa kalimat "I will take the dog for a walk", "You take the dog for a walk", atau "The dog walked out of the yard". Pada dasarnya ia memahami sepenuhnya apa yang akan diujarkan, tetapi ia tidak sanggup untuk mengungkapkan hal itu, baik secara lisan atau tulis.
Afasia Wernicke : kerusakan terjadi di area Wernick dengan gejala penurunan pada kemampuan reseptif dan sensorik. Penderita mengalami kesulitan memahami ujaran, meskipun kemampuan artikulasinya tidak terganggu. Dengan kata lain, orang yang mengalami Wernicke Aphasia dapat berbicara dengan kalimat yang panjang, terjadi penambahan kata-kata yang tidak penting bahkan menghasilkan kata-kata baru, akan tetapi tidak memiliki arti, misalnya seorang penderita mengujarkan "You know that smoodle pinkered and that I want to get him round and take care of him like you want before", yang sebenarnya berarti "The dog needs to go out so I will take him for a walk". Penderita juga memiliki pendengaran dan pemahaman membaca yang lemah.
Afasia Global : kerusakan terjadi di beberapa area otak khusunya area Broca & Wernick sehingga terjadi penurunan total disemua aspek bahasa lisan maupun tulis.
Afasia Konduksi : kerusakan terjadi pada fiber-fiber yang menghubungkan frontal lobe dengan temporal lobe. Hal ini berakibat pada ketidakmampuan penderita untuk mengulangi kata-kata yang baru saja diujarkan kepadanya. Meskipun demikian, ia memiliki pemahaman yang cukup bagus. Penderita akan mengganti hubungan bunyi yang memiliki kesamaan terhadap apa yang ia dengar.
Afasia Anomik : kerusakan terjadi pada bagian depan parietal lobe dengan temporal lobe sehingga berakibat pada ketidakmampuan untuk menemukan kata yang tepat dalam suatu ujaran, walaupun pemerolehan bahasa dan repetisi dari orang tersebut sudah baik.
Apraksia : kerusakan otak yang berakibat pada ketidakmampuan merespon perintah verbal secara tepat.
Sumber Acuan
Crystal, David. 2003. The Cambridge Encyclopedia of Language. Second Edition. United Kingdom: Cambridge University Press
Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik. Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Obler, Loraine K & Kris Gjerlow. 2000. Language and the Brain. United Kingdom: Cambridge University Press
Steinberg, Danny D. et.al. 2001. Psycholinguistics: Language, Mind, and world. Second Edition. Malaysia: Pearson Education Malaysia Sdn Bhd
Teyler, Timothy J. 1975. A Primer of Psychobiology. Brain and Behavior. San Fransisco: W.H. Freeman & Company
0 komentar:
Posting Komentar